
Anggota Komisi XIII DPR RI HT. Ibrahim, ST. MM menjelaskan bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sebuah lembaga nonstruktural yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan atau korban.
Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban berupa perlindungan fisik dan psikis, perlindungan hukum, dan pemenuhan hak prosedural saksi.
Hal itu disampaikan anggota Komisi XIII dari fraksi Partai Demokrat ini saat menjadi pemateri Sosialisasi Perlindungan Saksi dan Korban yang mengangkat tema "Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana" yang digelar di Kyriad Hotel, Banda Aceh, Sabtu (18/11/2025).
Kegiatan sosialisasi di ikuti oleh 200 peserta dengan pemateri 3 orang yaitu; HT Ibrahim (Anggota Komisi 13 DPR RI).
Sudilaningtias (wakil ketua LPSK) dan Tiara dari LPSK Aceh serta Irfan Maulana (Moderator Tenaga Ahli LPSK).
Kemudian HT. Ibrahim yang akrab di sapa Ampon Bram ini menjelaskan pentingnya perlindungan saksi dan korban bagi masyarakat, menjadi sebuah keharusan karena merupakan bagian integral Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah diatur di dalam konstitusi instrumen hak asasi manusia.
"Jadi, keberadaan LPSK ini sebagai lembaga yang menangani perlindungan terhadap saksi dan korban menjadi urgen dan harapan masyarakat yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia," kata Ampon Bram.
Selanjutnya, perlindungan saksi dan korban juga dituangkan dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Nah, disini dijelaskan bahwa dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan.
Memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada siapa?, tentu kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.
"Nah, pelapor yang demikian harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya.," tegas mantan anggota DPRA ini.
Namun, secara praktik kata Ampon Bram, undang - undang ini dinilai belum maksimal dalam mengatur perlindungan terhadap saksi dan korban, maka pihaknya akan segera merevisi undang - undang ini untuk lebih sempurna.
Sementara wakil ketua LPSK Sudilaningtias menjelaskan LPSK lembaga yang bertugas memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi, korban, saksi pelaku (justice collaborator), pelapor (whistleblower), dan ahli dalam kasus tindak pidana.
Ia menjelaskan LPSK dibentuk berdasarkan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU No. 31 Tahun 2014 Ttg Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006.
Sedangkan tugas dan wewenang LPSK adalah perlindungan fisik dan psikis:
Tugas dan wewenang ini yaitu mengatur pengamanan saksi, pengawalan, penempatan di rumah aman, bantuan medis, serta identitas baru jika diperlukan.
Kemudian tugas dari LPSK memberi perlindungan hukum. Seperti menangani permohonan keringanan hukuman, serta memastikan saksi dan korban tidak dapat dituntut secara hukum atas laporan mereka.
Selain itu juga saksi diberi pemenuhan hak prosedural seperti memberikan pendampingan, bantuan penerjemah, biaya transportasi, nasihat hukum, dan bantuan biaya hidup sementara selama proses persidangan.
Saksi juga perlu diberikan bantuan seperti pengelola rumah aman dan melakukan pemindahan atau relokasi terlindung ke tempat yang lebih aman.
Sudilaningtias menegaskan keterangan saksi menjadi penting dalam persoalan kejahatan, khususnya kejahatan yang dikelompokkan kedalam extraordinary crime dan sebagai salah satu alat bukti yang tercantum dalam KUHP.
Peranan penting saksi tersebut berbanding terbalik dengan perlindungan yang diberikan negara dan aparat penegak hukum kepada para saksi.
Perlindungan tersebut berupa perlindungan hukum dan atau perlindungan khusus lainnya. (**)
( sumber : acehstandard.com )




