Anggota Komisi VI DPR Fraksi Demokrat Herman Khaeron mengingatkan PT Pupuk Indonesia (Persero) Holding BUMN Pupuk bersiaga dengan potensi terjadinya kelangkaan pupuk. Menurutnya, kelangkaan pupuk bisa terjadi meski pemerintah sudah menaikkan alokasi pupuk bersubsidi tahun ini menjadi 9,5 juta ton.
Hal itu disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR dengan PT Pupuk Indonesia di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Dalam rapat tersebut, Komisi IV DPR meminta PT Pupuk Indonesia melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi tahun ini secara efektif dan tepat sasaran. Dan, harus sesuai ketentuan berlaku.
Tak hanya itu, Perseroan juga diminta menjamin ketersediaan pupuk subsidi dan nonsubsidi sesuai yang ditetapkan pemerintah.
"Komisi VI DPR RI mendorong PT Pupuk Indonesia (Persero)/ Holding BUMN Pupuk melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja distributor pupuk," begitu bunyi butir keempat kesimpulan RDP yang dibacakan Wakil Ketua Komisi VI DPR M Sarmuji.
Dalam rapat tersebut, Komidi VI meminta jaminan dan kepastian ketersediaan pupuk yang dimiliki PT Pupuk Indonesia, bisa memenuhi kebutuhan petani.
"Harus ada perbaikan tata kelola di Pupuk Indonesia, termasuk dalam menjalankan penugasan. Tanggung jawab moral Pupuk Indonesia sebagai bagian dari peningkatan produksi pangan. Perlu ada hal baru yang bisa meningkatkan kinerja perusahaan dan pelayanan pupuk untuk petani. Harus dilakukan peremajaan pola-pola," kata Herman.
"Saya juga menyoroti soal rembesan (pupuk subsidi) yang sering dilaporkan. Artinya perlu sistem pengawasan yang ketat. Kalau menemukan agen atau distributor yang nakal, sudah, jangan dipakai lagi. Karena nanti penyakitnya akan kambuh lagi," tegasnya.
Dia pun menyoroti Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) pupuk bersubsidi yang jumlahnya lebih besar dari alokasi pupuk subsidi tahun ini. Di mana, pemerintah secara resmi telah menaikkan kuota pupuk bersubsidi tahun 2024 dari 6 juta ton menjadi 9,5 juta ton. Dengan alokasi anggaran dari Rp26,7 triliun menjadi Rp53,3 triliun.
"Penyaluran pupuk subsidi sangat dipengaruhi RDKK, tahun ini berapa? 12 juta? Penyaluran sekarang 9,5 juta (ton). Nah, meski volume (kuota penyaluran) di bawah RDKK, perlu dibangun sistem distribusi dan pengawasan. Karena, potensi kelangkaan bisa terjadi," kata Herman.
![]() |
"Ini harus di-back up dengan yang komersial. Karena petani juga kalau kuota (subsidi) habis terserap, mau nggak mau mereka akan menggunakan yang nonsubsidi. Selain itu, perlu juga dilakukan inisiatif yang sebelumnya dilakukan PT Pupuk Indonesia, memberikan voucher potongan harga yang komersial bagi petani," paparnya.
( sumber : cnbcindonesia.com )