Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, kembali menegaskan komitmennya terhadap pengawasan atas kinerja Pertamina Hulu Rokan (PHR), terutama soal pengadaan geomembrane yang dianggap bermasalah. Dia menandaskan bahwa kualitas material yang menurun tetapi anggaran tetap tinggi berpotensi menimbulkan kerugian bagi negara dan menghambat target produksi minyak nasional.
Dalam kunjungannya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Selasa (1/10), Hinca menyampaikan bahwa sejak pengadaan kembali ditangani oleh Pertamina, kualitas geomembrane yang digunakan berubah dibanding masa Chevron, misalnya diizinkannya sambungan material.
“Dulu geomembrane itu tanpa sambungan, kualitasnya tinggi. Sekarang dibolehkan sambungan, harganya memang lebih murah, tapi anggarannya tetap besar,” ujarnya.
Menurut Hinca, tanpa geomembrane yang berkualitas baik, kegiatan pengeboran dan produksi migas sulit berjalan normal. Dia merujuk target produksi harian 160.000 barel minyak yang belum pernah tercapai sebagai indikasi bahwa ada kelemahan di lapangan.
Lebih jauh, Hinca menyinggung dugaan keterlibatan mafia impor yang, menurut dia, sengaja membuat produksi PHR tidak maksimal agar ruang impor BBM tetap terbuka. Dia menyebut bahwa kasus tersebut pernah dibongkar di Polda, dan beberapa direktur Pertamina Patra Niaga pernah ditangkap.
“Terbukti memang ada mafia impor di balik ini,” katanya.
Dalam pertemuan di Kejati Riau, Hinca mengaku telah menyerahkan sejumlah bukti dan meminta agar semua direktur yang terlibat pengadaan geomembrane dipanggil dan diperiksa ulang. Ia mengingatkan bahwa jika penegakan hukum tidak dilakukan dengan serius, maka kegagalan produksi akan terjadi lagi dan Kejati Riau turut bertanggung jawab.
Ia turut menyoroti dana lingkungan sebesar Rp 7,5 triliun peninggalan Chevron yang hingga kini belum dikucurkan. Menurutnya, jika geomembrane yang digunakan buruk, maka kerusakan lingkungan—termasuk kemungkinan kontaminasi tanah—akan makin parah dan menyulitkan pemulihan.
Hinca menekankan bahwa pengawasan DPR RI terhadap PHR adalah bagian dari fungsi pengawasan yang melekat dalam tugas legislatif.
“Ini bukan sekadar kasus hukum, tapi soal keselamatan energi nasional,” tuturnya.
Bila dalam pemeriksaan tidak terbukti ada kesalahan, maka silakan digelar perkara.
“Tapi jangan belum diperiksa sudah dibilang tidak terbukti” tegasnya.(AH)
( sumber : japos.co )