
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Nanang Samodra, menilai persoalan logo halal dan pengawasan produk halal asing semakin mendesak untuk ditangani secara regulatif. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kepala BPJPH (17/11/25).
Nanang menyoroti fakta bahwa banyak produk luar negeri masuk ke Indonesia dengan berbagai macam logo halal yang tidak seragam dan sulit diverifikasi.
“Logo halal dari luar negeri macam-macam. Ada yang selonong, selinis, entah apa bentuknya. Ini harus ada penegasan. Kalau tidak, masyarakat bingung, dan pengawasannya jadi tidak solid,” tegasnya.
Menurut Nanang, akar persoalan terletak pada kerangka regulasi yang sudah tidak memadai untuk menjawab perkembangan ekosistem halal saat ini. Ia menilai revisi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 bukan lagi sekadar opsi, tetapi kebutuhan mendesak.
“Tanpa revisi, banyak hal tergantung di udara. Kita tidak bisa bekerja maksimal dengan payung hukum yang tidak adaptif,” ujarnya.
Dalam rapat yang sama, Nanang juga menanyakan kepastian pemberlakuan penuh kewajiban sertifikasi halal yang beberapa kali mengalami penundaan. Namun, ia menyambut baik penjelasan Kepala BPJPH bahwa tahun 2026 akan menjadi batas wajib berlaku.
Meski demikian, ia menegaskan pentingnya keberanian untuk memulai implementasi meski belum sempurna.
“Windows saja tidak langsung sempurna. Ada versi 1, 2, 3, sampai seterusnya. Kita jangan menunggu sempurna. Berlakukan dulu, perbaiki sambil berjalan,” katanya.
Nanang menilai sikap progresif harus diambil agar Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain yang lebih cepat mengintegrasikan sistem halal ke industri mereka. *




