
Kekhawatiran kian membuncah di tengah proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Serbuan baja impor yang kian masif menjadi sorotan tajam, mengancam kelangsungan industri baja nasional yang berpotensi tergerus daya saingnya jika tidak segera direspons dengan kebijakan yang lebih tegas. Isu krusial ini diangkat dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI bersama Menteri Pekerjaan Umum yang digelar pada Senin, 17 November 2025, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta.
Muhammad Lokot Nasution, Anggota Komisi V DPR RI, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas laporan pengaduan yang diterimanya mengenai industri baja nasional yang semakin tertekan oleh gempuran produk impor. Situasi ini, menurutnya, membutuhkan perhatian serius lantaran dampaknya yang luas terhadap keberlanjutan industri dan nasib ribuan tenaga kerja.
“Kami mendapat laporan pengaduan tentang industri baja kita hari ini. Hari ini industri baja nasional dibanjiri oleh baja impor. Kemarin asosiasi pekerja industri baja itu berdemo di Beacukai. Mereka menyampaikan kepada kami karena tau kami di Komisi V, supaya kami ikut mengawasi dengan ketat terkait dengan penggunaan baja impor ini, ” kata politisi Fraksi Partai Demokrat itu dalam rapat.
Lokot menekankan pentingnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk lebih memperkuat penggunaan baja lokal. Menurutnya, langkah konkret yang dapat ditempuh adalah dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara ketat. Ia meyakini, standar kualitas material konstruksi yang telah memiliki aturan jelas seharusnya dapat diimplementasikan secara konsisten tanpa hambatan.
“Kita punya standar nasional Indonesia. Kami berharap, nanti ketika kami akan melakukan kunjungan kerja ke lapangan, kami akan melihat bahwasannya kita akan menggunakan baja dengan standar nasional Indonesia. Saya yakin ini sudah dilaksanakan, tetapi kan kadang-kadang ada yang nakal, ” ungkapnya.
Pengalaman pahit industri tekstil yang terlambat dilindungi dari serbuan produk impor menjadi pengingat keras bagi Lokot. Ia menyoroti agar industri baja nasional tidak bernasib serupa, di mana keterlambatan penanggulangan justru berujung pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para pekerja.
“Jangan sampai industri baja kita ini seperti industri tekstil kita. Terlambat kita menanggulanginya begitu banyak sekali serangan dari tekstil impor, akhirnya banyak sekali pemutusan hubungan kerja terhadap saudara-saudara kita, ” pungkas Lokot yang juga menjabat sebagai anggota Badan Anggaran DPR RI. (PERS)
( sumber : indonesiasatu.co.id )




