Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan menyatakan, dukungan politik terhadap Presiden Prabowo Subianto harus satu suara dalam merespons ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Sebelumnya, Trump menyatakan negara-negara yang tergabung dalam BRICS akan dikenai tarif impor tambahan 10 persen oleh AS. Trump menyebut negara-negara itu terlibat kebijakan anti-Amerika.
Marwan berujar, tidak ada ruang untuk saling menyalahkan, apalagi mempolitisasi tantangan eksternal.
"Saya percaya bahwa dalam menghadapi tekanan global seperti ini, dukungan politik terhadap kebijakan presiden harus menjadi satu suara," kata Marwan dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).
Sebagai anggota DPR dari fraksi pendukung pemerintah, dirinya memandang ancaman Trump ini bukan hanya sebagai ujian bagi stabilitas ekspor nasional, melainkan juga tantangan geopolitik yang membutuhkan konsolidasi kekuatan ekonomi domestik dan kecermatan diplomatik.
Marwan mengatakan, posisi AS sebagai mitra dagang strategis Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dinafikkan.
Pasalnya, jelas Marwan, nilai ekspor Indonesia ke AS mencapai USD23,6 miliar pada 2024, di mana lebih dari sepertiganya berasal dari sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki.
"Sektor ini menyerap lebih dari 3,5 juta tenaga kerja yang sebagian besar berada di daerah-daerah sentra industri," beber Marwan.
Marwan menilai, potensi relokasi pesanan ke negara pesaing seperti Vietnam dan Bangladesh akan menjadi kenyataan, dan jutaan pekerja Indonesia bisa terdampak secara langsung jika Trump benar-benar menerapkan tarif tambahan itu.
Di sisi lain, Marwan menyatakan situasi ini juga menunjukkan bahwa struktur ekspor kita masih rapuh dan terlalu tergantung pada pasar tradisional.
Dirinya pun menegaskan dukungan terhadap prabowo untuk memperluas kerja sama ekonomi strategis dengan negara-negara anggota BRICS.
"Dalam konteks ini, saya mendukung langkah Presiden Prabowo yang secara aktif memperluas kerja sama ekonomi strategis melalui keanggotaan Indonesia dalam BRICS," ucap Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Demokrat itu.
Marwan melihat, memperluas kerja sama ekonomi strategis dengan negara-negara anggota BRICS sebagai upaya membangun keseimbangan baru dalam peta ekonomi global.
Menurut Marwan, pemerintah sudah melakukan langkah awal yang penting dengan mengajukan proposal negosiasi kepada AS, namun Indonesia harus menjalankan strategi mitigasi jangka pendek dan reformasi struktural jangka menengah-panjang secara pararel.
"Diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara non-tradisional seperti India, Brasil, Mesir, dan Uni Emirat Arab menjadi keharusan. Pemerintah juga perlu memberikan perlindungan nyata kepada industri padat karya, dengan insentif fiskal, akses pembiayaan, dan dukungan pembukaan pasar baru," papar Marwan.
"Program pelatihan ulang tenaga kerja pun harus segera diperluas agar tekanan PHK tidak berubah menjadi krisis sosial," lanjut Marwan.
Lebih jauh, Marwan menuturkan, krisis ini harus menjadi pemicu bagi percepatan hilirisasi industri.
Menurut Marwan, ekspor bahan mentah tidak akan membawa Indonesia keluar dari jebakan ekonomi komoditas.
"Produk bernilai tambah tinggi memiliki ketahanan tarif yang lebih baik dan memberi ruang bagi tumbuhnya teknologi dalam negeri. Di sisi lain, pembenahan logistik ekspor juga menjadi syarat mutlak jika kita ingin tetap kompetitif," ulas Marwan.
Marwan menambahkan, saatnya eksekutif, legislatif, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil menyatukan kekuatan.
Marwan menambahkan, pemerintah telah menunjukkan langkah yang tegas dan terukur.
"Kini saatnya DPR dan ruang publik untuk menguatkan langkah tersebut dengan konsistensi dan keberanian mengambil keputusan. Tantangan hari ini justru menjadi kesempatan bagi kita untuk membangun ekonomi nasional yang lebih berdaulat, berdaya saing, dan berpijak pada kepentingan jangka panjang," tukas Marwan.
Maka, bukan hanya bagaimana kita bertahan dari kebijakan tarif Trump, tetapi bagaimana kita meresponsnya dengan strategi yang akan membuat Indonesia lebih kuat dari sebelumnya," pungkas Marwan Cik Asan. (Daniel)
"Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengancam akan mengenakan tarif tambahan terhadap negara-negara BRICS merupakan bentuk tekanan geopolitik yang tidak bisa dipandang sebelah mata, apalagi oleh negara berkembang seperti Indonesia yang masih sangat bergantung pada ekspor ke pasar tradisional, termasuk Amerika Serikat.
Saya melihat pernyataan Marwan Cik Asan sebagai representasi dari kepentingan nasional yang cukup relevan, terutama dalam mendorong dukungan politik yang solid terhadap Presiden Prabowo. Di tengah dinamika global yang kian kompleks, respons yang terpecah atau politisasi isu eksternal hanya akan melemahkan posisi Indonesia dalam percaturan ekonomi internasional.
Namun demikian, dukungan politik tidak boleh hanya dimaknai sebagai loyalitas tanpa kritik. Kebijakan pemerintah dalam merespons ancaman ini juga harus dibarengi dengan strategi ekonomi konkret yang mampu memperkuat ketahanan domestik: mulai dari diversifikasi pasar ekspor, perlindungan terhadap industri padat karya, hingga akselerasi hilirisasi industri.
Saya sepakat bahwa ini adalah momentum penting untuk merefleksikan kerapuhan struktur ekspor Indonesia. Ketergantungan pada bahan mentah dan pasar tunggal seperti AS jelas berisiko. Justru, kerja sama ekonomi strategis dengan negara-negara BRICS bisa menjadi jalan untuk membangun kemandirian ekonomi jangka panjang, asal diiringi diplomasi cerdas dan kebijakan industri yang terukur.
( sumber : kompasiana.com )