Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku tak mempunyai waktu yang cukup untuk mengecek keaslian ijazah dari calon peserta Pemilu. Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf mengusulkan adanya sistem ad hoc di kepanitiaan KPU di daerah.
"Saat ini dengan kondisi keuangan, maka salah satu solusi yang baik ke depannya adalah memikirkan agar kepanitiaan KPU di daerah bisa juga bersifat ad hoc sesuai dengan rezimnya, ad hoc rezim pemilu dan ada ad hoc rezim Pilkada sehingga dari dua sistem ini pola kerjanya benar-benar efektif dan efisien. Dan memiliki waktu kerja yang sesuai," ujar Dede kepada wartawan, Sabtu (10/5/2025).
Dengan begitu, antara ad hoc Pemilu dan ad hoc Pilkada bisa saling evaluasi. "Melalui sistem ad hoc tadi jadi bisa saja dapat dari rezim Pemilu ad hoc setelah itu dievaluasi dan pada rezim Pilkada pun juga memberikan waktu untuk bisa kita melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan sebelumnya," jelasnya.
Dede juga menyorot pola rekrutmen dari KPU. Ia berharap KPU memilih calon dengan kapasitas kompetensi yang baik.
"Bukan hanya sekedar merekomendasikan seseorang tanpa memiliki kompetensi," terangnya.
ede berharap antara Pemilu dan Pilkada tak berdekatan. Hal ini supaya KPU dan Bawaslu bisa bekerja lebih ekstra.
"Oleh karenanya penting untuk ke depan kita memberi jarak yang signifikan antara rezim pemilu dan rezim Pilkada," sambung Dede.
Sebelumnya, KPU mengeluh waktu yang minim untuk mengecek keaslian ijazah calon peserta pemilu. Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengatakan KPU kerap kali disalahkan ketika ada masalah administrasi yang kemudian baru terungkap setelah proses pemilu berjalan akibat ketidakjujuran calon kandidat.
"Kadang-kadang kami juga punya kurang waktu untuk kemudian dan kurang kewenangan juga untuk menyatakan ijazah ini asli apa tidak. Keringetan kami juga nggak selesai juga," kata Ketua KPU Mochammad Afifuddin di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
( sumber : news.detik.com )